yuupppsss.. itu adalah salah satu warisan budaya Indonesia yang ada di daerah Nias. Orang Nias atau Ono Niha, menyebut acara itu dengan nama Festival Ya’ahowu. Fahombo mungkin asing untuk masyarakat di luar Pulau Nias. Namun sebenarnya kegiatan lompat batu itu sudah cukup menggema sebagai salah satu kebudayaan bangsa ini. Fahombo, Hombo Batu atau dalam bahasa Indonesia "Lompat Batu" adalah olah raga tradisional Suku Nias. Olah raga yang sebelumnya merupakan ritual pendewasaan Suku Nias ini banyak dilakukan di Pulau Nias dan menjadi objek wisata tradisional unik yang teraneh hingga k. Masyarakat setempat menganggap ritual tersebut sebagai tahapan menuju kedewasaan. Tentunya selain Fahombo masih banyak budaya khas Nias yang harus dijaga dengan baik. Agar berbagai tradisi Nias tidak punah dan terus bisa dinikmati, maka diadakan Festival Ya’ahowu.
saat digelarnya Festival Ya’ahowu adalah waktu terbaik untuk mengenal budaya Nias lebih dekat dan mengeksplorasi wisata-wisatanya. Karena merupakan agenda untuk menarik wisatawan asing, maka berbagai persiapan matang terus dilakukan untuk menyambut waktu acara yang hanya tinggal menghitung hari saja. Awalnya keputusan bersama pemerintah setempat dengan Kementerian Pariwisata menjatuhkan pilihan pada tanggal 6 sampai 8 Agustus untuk menggelar Ya’ahowu.
Pada masa lampau, pemuda Nias akan mencoba untuk melompati batu setinggi lebih dari 2 meter, dan jika mereka berhasil mereka akan menjadi lelaki dewasa dan dapat bergabung sebagai prajurit untuk berperang dan menikah. Sejak usia 10 tahun, anak lelaki di Pulau Nias akan bersiap untuk melakukan giliran "fahombo" mereka. Sebagai ritual, fahombo dianggap sangat serius dalam adat Nias. Anak lelaki akan melompati batu tersebut untuk mendapat status kedewasaan mereka, dengan mengenakan busana pejuang Nias, menandakan bahwa mereka telah siap bertempur dan memikul tanggung jawab laki-laki dewasa.
Batu yang harus dilompati dalam fahombo berbentuk seperti sebuah monumen piramida dengan permukaan atas datar. Tingginya tidak kurang dari 2 meter, dengan lebar 90 cm, dan panjang 60 cm. Pelompat tidak hanya harus melompati tumpukan batu tersebut, tetapi ia juga harus memiliki teknik untuk mendarat, karena jika dia mendarat dengan posisi yang salah, dapat menyebabkan cedera otot atau patah tulang. Pada masa lampau, di atas papan batu bahkan ditutupi dengan paku dan bambu runcing, yang menunjukkan betapa seriusnya ritual ini di mata Suku Nias. Secara taktis dalam peperangan, tradisi fahombo ini juga berarti melatih prajurit muda untuk tangkas dan gesit dalam melompati dinding pertahanan musuh mereka, dengan obor di satu tangan dan pedang di malam hari